Sistem Autogate Imigrasi Berhasil Tangkap Buronan Internasional di Bali

JAKARTA – Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM berhasil menangkap buronan internasional asal China bernama LQ alias JL (39 tahun), yang terlibat dalam kasus investasi fiktif. Penangkapan ini terjadi berkat sistem autogate di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.
“Yang bersangkutan bermaksud meninggalkan Indonesia menuju Singapura menggunakan penerbangan Singapore Airlines, flight number SQ 0944. Namun, tertahan di autogate Bandara Internasional Ngurah Rai,” ujar Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim, Kamis (11/10/2024)
Silmy menjelaskan bahwa LQ alias JL merupakan tersangka dalam kasus kejahatan ekonomi di China yang terjadi pada 2020. Aksi pelaku melibatkan sekitar 50 ribu korban dengan total kerugian mencapai 100 miliar Yuan atau setara Rp210 triliun.
Pada 27 September 2024, Tim Penyidik Ditjen Imigrasi menerima informasi dan surat dari Konselor Polisi Kedutaan China di Jakarta terkait permintaan bantuan pencarian terhadap warga negara China bernama Lin Qiang (LQ) yang diduga melarikan diri ke Bali.
Imigrasi kemudian memasukkan informasi dari pihak China ke dalam daftar pencegahan dan penanggalan pada sistem cekal Ditjen Imigrasi.
Dari data perlintasan yang diperoleh, LQ diketahui tiba di Indonesia pada 26 September 2024 pukul 19.00 WITA melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, menggunakan visa kunjungan atau Visa on Arrival (VoA).
Namun, LQ memasuki Indonesia dengan identitas berbeda dari yang dilaporkan oleh pihak China. Ia mengaku sebagai Joe Lin dan menggunakan paspor kebangsaan Turki.
Pada 1 Oktober 2024, Kantor Imigrasi Ngurah Rai melaporkan bahwa subjek pencegahan atas nama LQ alias JL telah ditemukan. Dia berencana meninggalkan Indonesia menuju Singapura, namun gagal karena tertahan di autogate Bandara Ngurah Rai.
Silmy menjelaskan bahwa ketika LQ alias JL masuk ke Indonesia, pihak China belum mengeluarkan red notice. Oleh karena itu, ia masih bisa masuk ke wilayah Indonesia.
“Nah, ketika informasi (red notice) itu masuk, kami langsung melakukan input data di sistem cekal yang biasanya meliputi detail foto, nama, wajah, biometrik,” ujarnya.
Meskipun identitas yang digunakan pelaku berbeda dari yang diinformasikan pihak China, autogate tetap dapat mendeteksi pelintas dalam daftar cekal berkat data biometrik yang sudah terekam.
“Karena biometriknya sudah tercatat, maka autogate ketika dia (buronan) mau keluar itu menangkap bahwa yang bersangkutan ini adalah subjek red notice, dan kemudian petugas langsung menjemput yang bersangkutan, kemudian diamankan,” kata Silmy.
Silmy juga menegaskan bahwa meski ada atau tidaknya autogate, standar pemeriksaan imigrasi di Indonesia harus tetap tinggi. Saat ini, Ditjen Imigrasi memprioritaskan penggunaan autogate di bandara-bandara dengan perlintasan padat, seperti Ngurah Rai dan Soekarno-Hatta.
“Ke depan, kami melihat ada beberapa lagi. Misalnya, di Kualanamu [Sumatera Utara] atau mungkin juga di Surabaya, dan kami sedang mengkaji juga di Yogyakarta. [Autogate] itu berdasarkan kebutuhan saja, tapi standarnya itu sama,” kata Silmy.
Pada Kamis 10 Oktober 2024, Ditjen Imigrasi menyerahkan LQ alias JL kepada Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri untuk verifikasi dan validasi data guna keperluan pemeriksaan lebih lanjut.*