KPK Desak DPR Segera Sahkan RUU Pembatasan Uang Kartal untuk Tutup Celah Korupsi!

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembatasan Uang Kartal, dengan tujuan menutup celah korupsi yang melibatkan uang tunai.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menanggapi tindakan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang berhasil menyita hampir Rp1 triliun uang tunai dari mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, yang menjadi tersangka kasus dugaan pemufakatan jahat suap dalam kasasi terdakwa Ronald Tannur.
“KPK tetap terus berharap dan mendorong agar para wakil rakyat di DPR ini dapat memahami dan membahas rancangan undang-undang tersebut yang mana bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing,” kata Tessa
Menurut Tessa, aparat penegak hukum masih menemui kesulitan untuk melacak kasus korupsi ketika para pelaku korupsi tersebut bermain dengan menggunakan uang tunai.
“Tentunya hal ini cukup menyulitkan aparat penegak hukum, tidak hanya KPK tapi juga Kejaksaan Agung maupun kepolisian. Dan kembali lagi, KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU perampasan aset dan uang kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR,” ujarnya.
Pihak KPK yang terus mengamati perkembangan RUU perampasan aset dan pembatasan uang kartal di parlemen, menyayangkan kedua RUU tersebut belum dianggap sebagai prioritas oleh para legislator.
“Selain RUU perampasan aset, kami juga mendorong terkait rencana undang-undang pembatasan uang kartal di DPR. Informasi terakhir bahwa RUU tersebut belum menjadi prioritas oleh para wakil rakyat di Senayan,” kata Tessa.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (25/10) malam, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu rumah ZR di kawasan Senayan, Jakarta, serta kamar Hotel Le Meridien tempat ZR ditangkap di Bali.
Dalam penggeledahan di rumah ZR, penyidik menemukan uang tunai senilai hampir Rp1 triliun dalam berbagai mata uang, antara lain Rp5.725.075.000, 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar AS, 483.320 dolar Hong Kong, dan 71.200 euro.
“Yang seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp920.912.303.714,” ucapnya.
Selain uang tunai, penyidik juga menemukan satu dompet berisi 12 keping logam mulia emas masing-masing seberat 100 gram, satu keping emas Antam seberat 50 gram, dan satu dompet merah muda berisi tujuh keping emas Antam masing-masing 100 gram serta tiga keping emas Antam masing-masing 50 gram.
Barang bukti lainnya meliputi sebuah dompet hitam berisi satu keping emas Antam dengan berat satu kilogram, satu plastik berisi 10 keping emas Antam masing-masing 100 gram, tiga sertifikat diamond, dan tiga kuitansi toko emas mulia.
Jika ditotal, logam mulia emas tersebut memiliki berat sekitar 51 kilogram, atau setara dengan Rp75 miliar.
Di Hotel Le Meridien, Bali, penyidik juga menyita uang tunai senilai Rp20.414.000. Dalam pemeriksaan, Qohar menyebutkan bahwa ZR mengakui uang-uang tersebut berasal dari aktivitasnya sebagai makelar pengurusan perkara di MA sejak tahun 2012 hingga 2022.
“Selain perkara pemufakatan jahat, saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara di MA dalam bentuk uang,” ujarnya. (yk/dbs)