Pondok Pesantren Unik untuk Lansia Ada di Semarang

JAKARTA – Di Kota Semarang, Jawa Tengah, terdapat sebuah pondok pesantren yang unik dan berbeda dari pesantren pada umumnya. Jika biasanya pesantren dihuni oleh anak-anak atau remaja, pesantren ini justru ditempati oleh para lansia. Nama pesantren tersebut adalah Pesantren Lansia Roodhiyatam Mardhiyyah.
Pesantren Lansia Roodhiyatam Mardhiyyah berlokasi di Jalan Dewi Sartika Blok C Nomor 18 RT 9 RW 5, Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Tidak seperti panti jompo, di tempat ini para lansia diberikan pengajaran tentang ilmu agama Islam.
Ketika memasuki area pesantren, pengunjung akan disambut oleh gapura yang terbuat dari rangka aluminium dengan tulisan “Pesantren Lansia” yang terlihat jelas. Ada juga umbul-umbul berwarna-warni yang menghiasi area pesantren.
Di dalam kompleks asrama, terdapat dua rumah joglo mini berwarna cokelat yang seluruhnya terbuat dari kayu. Terdapat pula sebuah pendopo berukuran sekitar 4 x 4 meter persegi yang juga terbuat dari kayu jati.
Di sampingnya terdapat kebun luas yang ditanami berbagai jenis pohon, sayuran, dan buah-buahan. Hijau pepohonan di kebun ini menciptakan suasana tenang dan nyaman bagi para lansia yang tinggal di sana.
Muntafingah (42) merupakan sosok di balik berdirinya Pesantren Lansia Roodhiyatam Mardhiyyah Semarang. Ia memiliki tujuan mulia, yaitu membimbing para lansia untuk lebih memahami ilmu agama Islam.
“Keprihatinan kami usia senja kan usia mulia, usia yang dekat kepada Allah. Maka kami ingin membekali mereka ilmu agama agar bisa beribadah lebih banyak,” ujarnya
“Kalau pun bertobat, bisa bertobat. Selama masih hidup, ada kesempatan untuk beramal salih lebih banyak, agar kembali kepada Allah dengan husnul khotimah dan dengan ridho Allah,” tambahnya
Nama Pesantren Roodhiyatam Mardhiyyah diambil dari petikan Surat Al-Fajr ayat 28 yang berbunyi “Irji’i Ila rabbiki radiyatam mardiyyah,” yang berarti kembali kepada Tuhan dengan hati yang puas dan diridhai-Nya.
“Kami ingin berbakti kepada orang tua. Kita ingin membekali lansia dengan ilmu agama agar mereka di sisa usianya bisa mengoptimalkan ibadah, kembali kepada Allah dengan ridho dan akhirnya diridhoi-Nya. Agar mereka bisa lebih banyak bersyukur menikmati kehidupan di masa tua sekarang,” tutur Muntafingah.
Sejarah Pesantren Lansia Roodhiyatam Mardhiyyah
Sejarah berdirinya pesantren ini berawal dari aktivitas mengajar yang dilakukan oleh Muntafingah sebagai guru ngaji dan pengajar TPQ khusus lansia. Sebelum menjadi pesantren, kegiatan ini dimulai sebagai TPQ biasa bagi para lansia.
“Pesantren ini awalnya TPQ untuk lansia, berdirinya tahun 2017 itu TPQ lansia. Ada mbah-mbah ingin belajar Al-Qur’an dari nol. Dia menyampaikan apakah mungkin di usia yang tak lagi muda bisa belajar Al-Qur’an dari nol,” tuturnya.
Sejak 2017, Muntafingah telah mengajar para lansia di TPQ tersebut. Ia selalu menyemangati para lansia bahwa usia bukan penghalang untuk belajar Al-Qur’an.
“Bahkan banyak yang buta huruf semua dulu. Sekarang sudah bisa membaca Al-Qur’an yang tadi dari nol dia buta huruf,” ucap perempuan paruh baya tersebut.
Punya 298 Santri dengan Beragam Latar Belakang
Saat ini, pesantren lansia memiliki 298 santri, enam di antaranya adalah santri mukim atau yang tinggal di asrama, dan sisanya adalah santri non-mukim yang hanya mengikuti kegiatan belajar tanpa menetap.
Santri mukim sebagian besar berasal dari luar Kota Semarang, seperti Tegal, Pemalang, Kendal, dan Jepara, dengan rentang usia 60 hingga 84 tahun. Para santri ini memiliki latar belakang yang beragam.
“Ada guru, ibu rumah tangga, pedagang, wiraswasta, seperti itu. Dari macem-macem latar belakangnya, dengan kondisi keluarga dan pengalaman hidupnya juga bermacam macam,” katanya.
Pesantren ini memiliki 25 guru atau pendidik yang mengajar secara sukarela tanpa bayaran, dengan niat tulus untuk membimbing para lansia dalam belajar agama.
“Kalau santri yang dekat ikut rombel, rombongan belajar. Kami punya 8 rombel untuk mewadahi masyarakat sekitar di setiap titik-titiknya,” ucap Muntafingah.
Ia juga menegaskan bahwa pesantren ini bukanlah panti jompo. Para santri datang atas kesadaran dan keinginan sendiri untuk belajar agama Islam.
“Ini berbeda dengan rumah jompo. Para lansia ke sini dengan kesadaran sendiri ingin belajar. Kami sampaikan bahwa yang mau nyantri di sini hanya yang berminat belajar,” ungkapnya.
Para lansia yang belajar di pesantren ini tidak dikenakan biaya, dan segala fasilitas pembelajaran seperti Al-Qur’an disediakan oleh pesantren. Hanya santri mukim yang dikenakan biaya untuk keperluan makan dan laundry.
“Semua grats kecuali mukim atau tinggal. Kalau mukim disini kami kenakan biaya bayar laundry dan makan. Itu pun kalau mereka gak mampu gak masalah, yang penting niat belajar kami persilakan belajar,” pungkasnya. (Yk/dbs)