Polda Jabar Bongkar Sindikat Penimbunan 33 Ton Pupuk Bersubsidi, 7 Pelaku Ditangkap

JAKARTA – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat berhasil membongkar sindikat penimbunan pupuk bersubsidi sebanyak 33,973 ton dengan menangkap tujuh pelaku dari berbagai wilayah di Jawa Barat.
Wakil Direktur Ditreskrimsus Polda Jabar, AKBP Maruli Pardede, menyatakan bahwa para pelaku telah melakukan penimbunan pupuk bersubsidi tersebut sejak awal tahun hingga Oktober 2024.
“Ini bisa berdampak terjadinya kelangkaan pupuk yang seharusnya itu menjadi hak dari para petani kecil karena merupakan subsidi dari pemerintah,” ungkap Maruly, Rabu (6/11).
Setelah ditimbun, Maruly menyebut para pelaku menjual pupuk tersebut saat musim tanam, dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
“Mereka menjual ke petani di atas HET, pupuk urea HET Rp112 ribu per karung tapi dijual Rp165 ribu. Pupuk NPK Phonska dijual per karung Rp 185 ribu. Margin di atas Rp 50 ribu per karung. Sudah terjual 10 ton,” tutur Maruly.
Menurutnya, penimbunan pupuk bersubsidi ini mengakibatkan kelangkaan pupuk di petani. Padahal para petani membutuhkan pupuk bersubsidi tersebut.
“Setelah dilakukan penimbunan, para pelaku ini melakukan penjualan pada masa-masa yang tepat salah satu contohnya adalah seperti sekarang sudah mulai hujan,” katanya.
Ia juga menyatakan telah berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar agar selama proses penyidikan, barang bukti pupuk bersubsidi bisa dilelang agar petani tetap mendapatkan akses pupuk.
“Sehingga proses penegakan hukum tetap berjalan tapi masyarakat ataupun petani tidak kesusahan dalam mendapatkan akses pupuk untuk kebutuhan dalam pertanian,” ungkapnya.
Kasus penimbunan pupuk bersubsidi ini terungkap di tujuh daerah di Jawa Barat, yakni Kota Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Sumedang, Tasikmalaya, Garut, Sukabumi, dan Kabupaten Kuningan.
“Para pelaku dijerat dengan Pasal 106, Pasal 107 dan Pasal 110 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Mereka terancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp 50 miliar,” pungkasnya. (Yk/dbs)






