Ekonomi

Pasar Obligasi Indonesia: Potensi Keuntungan di Tahun Mendatang

Sumber Foto: Antara

 

BANDUNG – Pasar obligasi Indonesia terus menunjukkan potensi yang menjanjikan, Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas HandPasar obligasi Indonesia terus menunjukkan potensi yang menjanjikan.

Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Hand Yunianto sangat optimistis pasar obligasi Indonesia memiliki masa depan yang cerah, mengingat kinerjanya sejauh ini cukup resilien.

“Meski imbal hasil (yield) US Treasury naik hingga 60 basis poindalam dua bulan terakhir, imbal hasil obligasi Indonesia hanya naik 40 basis poin. Yield spread kita makin ketat. Ini mengindikasi pasar kita memang cukup resilien,” ungkap Anto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (20/11).

Dia menjelaskan ada tiga faktor utama yang mendukung ketahanan pasar obligasi Indonesia.

Pertama, saat ini, mayoritas kepemilikan obligasi didominasi oleh investor lokal, terutama investor ritel. Sebelumnya, pasar obligasi lebih bergantung pada investor institusi, namun kini kontribusi signifikan datang dari investor ritel yang memberikan dukungan baru bagi pasar ini

“Sebagai catatan, porsi kepemilikan asing juga turun drastis dari 4- persen menjadi 15 persen. Ini menjelaskan kenapa korelasi imbal hasil US Treasury dengan obligasi kita makin menurun. karena pasar lebih ditopang oleh faktor domestik,” katanya.

Kedua, kondisi perekonomian dalam negeri yang menunjukkan tren positif, tercermin dalam cadangan devisa yang stabil, kebijakan fiskal yang hati-hati, serta tingkat inflasi yang tetap terkendali.

“Kalau semua indokator itu digabungkan, kita adalah peringkat keempat dari sisi negara berkembang dan tahan terhadap kenaikan dolar AS maupun imbal hasil US Treasury,” kata Anto.

Ketiga, berkaitan dengan sektor fiskal, terdapat peluang efisiensi anggaran yang lebih rendah dari yang diperkirakan oleh pemerintah. Dia mencatat bahwa kebutuhan pembiayaan pemerintah sudah tercapai, sehingga lelang Surat Berharga Negara (SBN) akan lebih difokuskan pada pembiayaan berlebih dan menambah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA).

“Harapannya ini akan mengurangi potensi risiko suplai pasar obligasi kita di tahun 2025. Kami melihat ini sesuatu yang positif ke depannya,” tutur Anto.

Ke depan, Anto melihat bahwa Indonesia memberikan tingkat imbal hasil yang menarik jika dibandingkan dengan risiko kredit dan inflasi yang terbilang rendah, hanya 1,71 persen secara tahunan. Kondisi ini menjadikan Indonesia lebih menggoda bagi investor dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.

“Kami masih mempertahankan pandangan positif. Risiko terbesar memang dari sisi global kalau ternyata Federal Reserve tidak melakukan pemotongan suku bunga. Tapi sejauh ini, kalau kami lihat data, suku bunga AS turun masih sangat terbuka,” tuturnya. (ka/dbs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button