Pilkada

Hanya Jakarta yang Bisa Gelar Pilkada Dua Putaran di Indonesia

Sumber foto: Istimewa

JAKARTA – Jakarta memiliki kekhususan dibandingkan dengan 545 daerah lainnya yang turut menggelar Pilkada serentak 2024. Pasalnya, Jakarta memungkinkan pelaksanaan Pilkada hingga dua putaran.

Ketentuan ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota Indonesia.

Dengan demikian, tiga pasangan calon yang akan bersaing merebut kursi Jakarta 1 pada 27 November 2024 tidak bisa langsung menang hanya dengan mengantongi suara terbanyak.

Jika pasangan Ridwan Kamil-Suswono, Dharma Pongrekun-Kun Wardhana, serta Pramono Anung-Rano Karno tidak ada yang meraih lebih dari 50 persen suara, maka akan diadakan putaran kedua.

Pada putaran kedua, pasangan calon yang berhak melaju adalah mereka yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama.

“Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih,” bunyi Pasal 11 ayat (1) UU tentang Provinsi DKI Jakarta.

“Dalam hal tidak ada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang memperoleh suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diadakan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur putaran kedua yang diikuti oleh pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada putaran pertama,” bunyi Pasal 11 Ayat (2) UU tentang Provinsi DKI Jakarta.

Kekhususan ini tetap berlaku meskipun Jakarta tidak lagi berstatus sebagai Ibu Kota. Ketentuan tersebut juga diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) yang disahkan pada November 2024.

Dalam UU DKJ, disebutkan bahwa gubernur dan wakil gubernur terpilih harus memperoleh lebih dari 50 persen suara. Meski begitu, UU ini belum berlaku karena masih menunggu Keppres terkait pemindahan Ibu Kota ke IKN Nusantara.

Di sisi lain, 36 provinsi lain yang menggelar Pilkada serentak 2024 tidak menerapkan sistem dua putaran. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Ketentuan tersebut menyatakan bahwa pasangan calon gubernur-wagub, wali kota-wawali, atau bupati-wawabup yang memperoleh suara terbanyak langsung ditetapkan sebagai pemenang. Hal ini diatur dalam Pasal 107 Ayat (1) dan Pasal 109 Ayat (1) UU Pilkada.

“Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati terpilih serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota terpilih,” bunyi Pasal 107 Ayat (1) UU Pilkada.

“Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur terpilih,” bunyi Pasal 109 Ayat (1) UU Pilkada. (Yk/dbs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button