MK Tegaskan Kewenangan KPK Usut Korupsi di Ranah Militer

JAKARTA – Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, yang akrab disapa Castro, menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mempertegas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus korupsi di lingkungan militer bukanlah hal baru.
Castro menjelaskan bahwa kewenangan tersebut sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang KPK.
“Seingat saya di dalam UU KPK menyebutkan bahwa KPK punya kewenangan untuk melaksanakan proses penyelidikan, penuntutan, terhadap perkara yang melibatkan anggota TNI,” tegas Castro, Minggu (1/12/2025).
“Jadi kewenangan sudah ada sejak dulu. Cuma kan beberapa kasus itu ribut-ribut. Misalnya kasus Basarnas dan misalnya,” tambahnya.
Ia menambahkan, kendati kewenangan ini sudah lama ada, penerapannya sering memicu perdebatan, seperti dalam kasus Basarnas. Namun, secara prinsip, Undang-Undang KPK sejak awal telah memberikan keleluasaan bagi lembaga ini untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan militer.
Castro juga menyoroti bahwa Undang-Undang Peradilan Militer, yang dibuat pada 1996, sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Ia menilai bahwa undang-undang tersebut seharusnya direvisi agar KPK memiliki kewenangan penuh untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI.
“Belum lagi perkembangan terus terjadi dan dinamika mestinya UU militer sudah diubah dan beri kewenangan sepenuhnya kalau anggota TNI yang terlibat dalam korupsi harusnya jadi kewenangan mutlak dari KPK,” paparnya.
Sayangnya, menurut Castro, belum ada upaya nyata untuk mendorong revisi tersebut. Ia menduga ada alasan tertentu di balik keberlangsungan UU tersebut, seperti keinginan untuk menjaga agar kasus korupsi yang melibatkan militer tetap dapat ditangani secara internal.
“Makanya ada kebutuhan mendesak sulaya UU militer segera diubah. Dan menegaskan bahwa penegakan korupsi harus dilakukan oleh KPK,” tandas Castro.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan terkait perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023, yang menetapkan bahwa KPK berhak menangani kasus korupsi di institusi militer.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” tukas Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar Jumat (29/11/2024).
Dalam putusan itu, Suhartoyo menyatakan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang menyatakan KPK berwenang mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama-sama oleh orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Gugatan ini diketahui dilayangkan oleh seorang advokat Gugum Ridho Putra yang menggugat frasa ‘mengkoordinasikan dan mengendalikan’ dalam Pasal 42 UU 30/2002 tentang KPK.





