KPK Tangkap Risnandar Mahiwa, Uang Rp6,8 Miliar Disita dari Beberapa Lokasi

JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyita uang tunai senilai Rp6,8 miliar dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, pada Senin (2/12) malam.
“KPK mengamankan total sembilan orang, yakni delapan orang di wilayah Pekanbaru dan satu orang di Jakarta, serta sejumlah uang dengan total sekitar Rp6.820.000.000,” ungkap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (4/12).
Menurut Ghufron, uang tersebut diamankan dari berbagai lokasi selama operasi tangkap tangan di Pekanbaru, Riau.
Pertama, KPK menyita Rp1 miliar saat menangkap Plt Kepala Bagian Umum Pemerintah Kota Pekanbaru, Novin Karmila (NK), di Pekanbaru.
Selanjutnya, Rp1,39 miliar ditemukan di rumah dinas Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar, sementara Rp2 miliar disita dari rumah pribadi Risnandar di Jakarta.
Uang senilai Rp830 juta juga diamankan dari rumah Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution. Indra mengaku memegang Rp1 miliar, tetapi Rp170 juta di antaranya sudah didistribusikan ke sejumlah pihak.
Selain itu, ajudan Risnandar, Nugroho Adi Triputranto, juga ditangkap, dan penyidik menyita Rp375,4 juta dari rekening Nugroho.
KPK juga menyita Rp1 miliar dari Fachrul Chacha, kakak Novin, serta Rp100 juta dari rumah dinas Risnandar. Dari penggeledahan di Ragunan, Jakarta Selatan, ditemukan uang sebesar Rp200 juta.
Seluruh tersangka dan barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk penyelidikan lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, KPK menetapkan tiga tersangka: Risnandar Mahiwa (RM), Indra Pomi Nasution (IPN), dan Novin Karmila (NK).
“KPK melakukan serangkaian pemeriksaan dan telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikan perkara ini ke tahap penyidikan, dengan menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu RM, IPN, dan NK,” tutur Ghufron.
Ketiganya ditahan selama 20 hari sejak 3 Desember 2024 hingga 22 Desember 2024 di Rutan KPK.
Para tersangka diduga melanggar Pasal 12 f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (YK/dbs)






