Komisi III dukung langkah KPK usut dugaan korupsi Program Pendidikan Dokter Spesialis

JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, menyatakan dukungannya terhadap langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengusut dugaan korupsi yang terjadi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).
Menurutnya, hasil kajian KPK yang berjudul Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis di Indonesia cukup mengejutkan karena mengungkap banyak kelemahan dalam sistem pendidikan tersebut.
“KPK harus menindaklanjuti kajian yang sudah dilakukan. Harus ada pendalaman terhadap sejumlah temuan,” ujarnya.
Abdullah menyoroti adanya biaya tambahan berkisar Rp1 juta hingga Rp25 juta yang harus dikeluarkan peserta PPDS. Biaya ini, menurutnya, bersifat tidak resmi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akuntabel.
Selain itu, ia juga menyoroti adanya pungutan dari peserta PPDS yang dipakai untuk keperluan tertentu, seperti kebutuhan dosen untuk touring motor atau sepeda.
Dalam temuannya, KPK menyebut peserta PPDS sering bekerja sama dengan teman satu angkatan untuk memenuhi kebutuhan dosen atau senior mereka, yang tentunya sangat memberatkan.
“Biaya dan pungutan yang tidak jelas dan memberatkan itu harus diusut KPK,” ungkap legislator asal daerah pemilihan Jawa Tengah VI itu.
Ia juga mengungkapkan kejanggalan dalam proses seleksi PPDS, di mana peserta diminta menunjukkan saldo rekening saat tahap wawancara.
Survei KPK mencatat ada 58 responden yang diminta memperlihatkan saldo rekening mereka. Sebanyak 6 responden menunjukkan saldo lebih dari Rp500 juta, 4 responden memiliki saldo Rp250 juta hingga Rp500 juta, 11 responden dengan saldo Rp100 juta hingga Rp250 juta, dan 19 responden dengan saldo kurang dari Rp100 juta.
“Kenapa harus menunjukkan saldo rekening? Ini kan janggal? Ini juga harus ditelusuri oleh KPK,” ungkapnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya perbaikan dalam sistem PPDS, termasuk penghapusan praktik bullying terhadap mahasiswa PPDS yang dapat berdampak fatal. Ia merujuk pada kasus mahasiswi PPDS yang bunuh diri karena tidak tahan menghadapi tekanan tugas dan pekerjaan.
“Kasus bunuh diri mahasiswi PPDS harus menjadi pelajaran berharga untuk perbaikan ke depan. Jangan ada lagi korban berikutnya. Harus ada perbaikan menyeluruh,” pungkasnya.(YK/dbs)





