Mendag: Harga Minyakita Berangsur Turun

JAKARTA – Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyatakan bahwa harga minyak goreng rakyat, MinyaKita, yang sebelumnya mencapai Rp17.000 per liter, kini mulai mengalami penurunan.
“Tadi saya cek sudah ada yang di harga Rp15.700. Ini sudah mulai normal,” kata Budi di Bandung Barat, Senin.
Budi menjelaskan bahwa lonjakan harga sebelumnya disebabkan oleh keterlambatan pasokan dan panjangnya rantai distribusi. Untuk mengatasi masalah ini, pihaknya mengandalkan Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan, yang memungkinkan pengawasan distribusi minyak goreng secara akurat dari pusat hingga daerah.
“Kita memiliki SP2KP untuk memantau dari pusat secara nasional ke daerah-daerah, jadi kelihatan mana yang harga naik segera kita konfirmasi penyebabnya apa, misal dari sisi pasokan,” katanya.
Meskipun harga telah menunjukkan tren penurunan, Kemendag, Satgas Pangan, dan sejumlah kementerian/lembaga terkait akan terus berkoordinasi untuk memastikan harga MinyaKita tidak mengalami kenaikan di beberapa daerah.
“Dinas serta satgas pangan terus memantau dan berkomunikasi setiap hari untuk memastikan distribusi lancar,”
Sebelumnya, Rusmin Amin, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, menjelaskan bahwa kenaikan harga MinyaKita diduga disebabkan oleh rantai distribusi yang terlalu panjang, yang membuat harga akhirnya lebih tinggi saat sampai ke konsumen. Dia menambahkan, dengan distribusi yang panjang, ada kemungkinan terjadi transaksi antar pengecer, yang mengakibatkan harga jual di pasar menjadi lebih mahal.
“Jadi kalau kami lihat terlalu banyak perpindahan tangan. Jadi kenaikan harga itu yang pada akhirnya di konsumen tidak Rp15.700 sebagai harga eceran tertinggi (HET),” kata Rusmin.
Rusmin mengungkapkan bahwa harga di tingkat distributor utama (D1 dan D2) masih sesuai dengan HET. Namun, harga mengalami kenaikan signifikan ketika mencapai pengecer dan grosir. Ia menjelaskan bahwa banyak pengecer yang menjual minyak kembali ke pengecer lain atau grosir sebelum akhirnya sampai ke konsumen.
“Maka harga nilai di konsumen ya pastilah jadi naik tidak sesuai dengan HET nya. Ini satu model distribusi yang kami pelajari,” kata dia.






