Korupsi

ICWI Desak KPK Selidiki Penambahan Waktu Reses DPD 2024-2029

Sumber Foto: Antara

JAKARTA – Indonesian Corrupt Workflow Investigation (ICWI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki penambahan waktu reses Dewan Perwakilan Daerah (DPD) periode 2024–2029 yang melebihi jumlah reses Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Pendiri ICWI, Tommy Diansyah, menilai bahwa penambahan masa reses DPD berdampak pada penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang berasal dari pajak rakyat.

“Apalagi di tengah kondisi fiskal negara yang defisit, seharusnya semua lembaga dan pejabat negara memiliki empati dan memberi teladan dalam membuat kebijakan anggaran,” ujar Tommy

Ia menjelaskan bahwa ada beberapa undang-undang yang berpotensi dilanggar terkait penambahan waktu reses DPD, di antaranya Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), yang mengatur bahwa masa reses DPD harus sesuai dengan masa reses DPR.

Selain itu, penambahan reses juga berpotensi melanggar UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 3 Ayat (3), yang melarang pejabat melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran dari APBN/APBD apabila anggarannya tidak tersedia atau tidak mencukupi.

Tommy juga menyinggung UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, terutama Pasal 3 Ayat (1), yang menegaskan bahwa keuangan negara harus dikelola secara tertib, sesuai peraturan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab, dengan mempertimbangkan rasa keadilan dan kepatutan.

“Perlu diingat bahwa korupsi itu kaidahnya luas, termasuk perilaku tidak mematuhi prinsip. Karena itu, dalam pemberantasan korupsi, selain menyangkut delik-delik, juga menyangkut kaidah-kaidah dalam penyelenggaraan keuangan negara,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Ia berharap agar KPK dapat menindaklanjuti penambahan masa reses DPD dengan mengumpulkan bahan dan keterangan guna menyelidiki kemungkinan pelanggaran hukum dalam pengelolaan keuangan negara yang berpotensi merugikan masyarakat.

Tommy juga menyoroti besarnya uang reses yang diberikan secara lumsum kepada anggota DPR dan DPD.

“Kalau tidak salah setiap orang menerima lebih kurang Rp350 juta sekali reses, sedangkan jumlah anggota DPD sekarang 152 orang,” tuturnya.

Pada periode sebelumnya, reses DPD hanya dilakukan sebanyak empat kali dalam masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan.

Dengan demikian, selama masa jabatan 2019–2024, jadwal dan acara persidangan DPD pada tahun sidang 2019–2020 hanya mencakup empat kali reses, sama seperti DPR.

Namun, di periode 2024–2029, jadwal persidangan DPD tahun sidang 2024–2025 memutuskan untuk menambah frekuensi reses menjadi lima kali, dengan dua kali reses pada Oktober dan Desember 2024, serta tiga kali reses pada Februari, April, dan Juli 2025. (Yk/dbs)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button